Teknologi Fingerprint Semakin Canggih: Tak Hanya untuk Keamanan, Kini Bisa Deteksi Kesehatan
Teknologi fingerprint atau pemindai sidik jari kini tidak lagi sekadar digunakan untuk membuka ponsel atau mengakses ruangan kantor. Dalam perkembangan terbaru, para peneliti berhasil mengembangkan sistem fingerprint yang mampu mendeteksi kondisi kesehatan pengguna hanya dari sentuhan jari.
Inovasi ini diperkenalkan oleh tim riset dari Universitas Tokyo bekerja sama dengan perusahaan teknologi biometrik asal Korea Selatan. Mereka menciptakan sensor fingerprint generasi baru yang dapat membaca kadar gula darah, tingkat stres, hingga indikasi awal penyakit kardiovaskular dari kulit jari.
“Sensor ini dilengkapi dengan teknologi spektroskopi dan analisis mikrosirkulasi darah, sehingga mampu menilai parameter biologis secara real-time,” kata Dr. Kenji Nakamura, ketua tim peneliti. “Dalam pengujian awal, akurasinya mencapai 87% untuk deteksi dini tekanan darah tinggi dan 91% untuk hipoglikemia.”
Lebih dari Sekadar Keamanan
Selama ini, fingerprint dikenal luas sebagai metode pengaman biometrik pada perangkat seperti smartphone, laptop, sistem absensi, hingga pintu akses gedung. Dengan kehadiran teknologi baru ini, fungsi fingerprint mengalami lompatan besar menuju dunia kesehatan.
Menurut Prof. Amelia Yusran, pakar teknologi biometrik dari Institut Teknologi Bandung (ITB), potensi pemanfaatan fingerprint di bidang medis sangat besar. “Bayangkan jika alat absensi di kantor bisa sekaligus mengukur stres karyawan, atau pintu rumah bisa mendeteksi gejala diabetes sejak dini hanya dari sidik jari pemiliknya,” ujarnya.
Pasar Biometrik Diprediksi Meledak
Pasar teknologi biometrik global diprediksi akan mencapai nilai lebih dari USD 100 miliar pada tahun 2030, dengan fingerprint tetap menjadi ujung tombak karena penggunaannya yang praktis dan akurat.
Di Indonesia sendiri, tren penggunaan fingerprint terus meningkat. Tak hanya di sektor korporasi dan pemerintahan, tetapi juga di sektor pendidikan, perbankan, dan transportasi. Bank-bank besar seperti BCA dan Mandiri bahkan mulai menguji sistem verifikasi transaksi menggunakan sidik jari sebagai pengganti PIN atau OTP.
“Fingerprint jauh lebih sulit dipalsukan dibanding kata sandi atau PIN. Kombinasi dengan teknologi enkripsi membuatnya sangat aman,” jelas Dimas Alif, CTO perusahaan startup keamanan digital SecureID.
Tantangan Privasi dan Etika
Namun, di balik semua kemajuan ini, muncul pula tantangan baru terkait privasi dan etika. Data biometrik seperti sidik jari dianggap sebagai informasi sangat sensitif. Bila jatuh ke tangan yang salah, bisa disalahgunakan untuk berbagai tindak kejahatan digital.
Karena itu, banyak pihak menyerukan perlunya regulasi yang jelas dalam pengumpulan dan penggunaan data fingerprint. “Kita butuh Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi yang benar-benar menegaskan bahwa biometrik tidak boleh disalahgunakan,” tegas Dewi Ratnasari, peneliti kebijakan teknologi dari LIPI.
Masa Depan: Verifikasi Sekaligus Diagnosa?
Dengan kemajuan pesat ini, para ahli memprediksi bahwa dalam lima tahun ke depan, fingerprint akan menjadi alat multifungsi yang tidak hanya memverifikasi identitas, tetapi juga memantau kesehatan, membuka akses digital, dan bahkan menjadi alat pembayaran nirsentuh.
“Finger scan yang Anda lakukan saat masuk kantor di pagi hari mungkin saja suatu hari akan langsung memberi tahu Anda bahwa Anda butuh istirahat karena tekanan darah sedang tinggi,” ujar Prof. Amelia.
Satu sentuhan, seribu manfaat. Teknologi fingerprint kini tak lagi hanya soal keamanan—ia telah berevolusi menjadi jembatan menuju masa depan yang lebih pintar dan lebih sehat.